Saturday, July 10, 2010

Unspoken Truth

Unspoken Truth

“JUN!!” teriak Eri. Namun Jun tak juga muncul. Eri sudah mencarinya seharian keliling kota, tapi hasilnya nihil. Setiap orang yang Ia tanya selalu menjawab tidak pernah mendengar tentang keberadaan Jun yang dicarinya. Eri pun terduduk dibawah pohon Oak tempat mereka selalu bermain bersama saat mereka masih kecil.
“Jun… maafkan aku…”

…BEBERAPA HARI SEBELUMNYA…

Dari kamar 202 asrama SMA Gloucestershire mengalun lagu Aino Minako. Ketenangan kamar itu terganggu kala seorang lelaki menerobos masuk.
“Hoy Eri, sampai kapan kau mau terus tidur?!” ucap Jun sambil menarik selimut yang masih menggulung tubuh Eri.
“Huh? Uuh… sebentar lagi, Jun… sampai lagunya selesai…” ucap Eri dengan nada malas. Ia pun langsung menarik kembali selimutnya dari tangan Jun.
Kesal, Jun pun melempar jam weker ke dalam selimut Eri.
“Eh…? HAH?! SUDAH SETELAT INI?!” Eri pun langsung melompat keluar dari tempat tidurnya. Setelah mencuci muka dan ganti baju, Ia pun langsung menyambar sepatunya dikolong tempat tidur. Jun hanya bisa menggelengkan kepala melihat sahabatnya yang selalu jadi pahlawan kesiangan.
“Ah… kenapa lagunya tidak selesai – selesai?!” ucap Eri kesal. Jun mendengus, Ia pun menunjuk ke arah tape milik Eri.
“Kau mengaktifkan mode repeat, bodoh” ucap Jun seraya mematikan tape milik Eri.
“Eh? Ah iya ya, aku lupa ahahaha…” selesai memakai sepatu, Eri dan Jun pun langsung berlari menuju ke gedung sekolah.
“Gara – gara kau, aku jadi ikutan telat!” gerutu Jun sambil mengganti sepatunya.
“Hey! Aku kan tidak menyuruhmu untuk membangunkanku!” ucap Eri. Wajah Jun sedikit memerah. Sebelum Eri sempat melihat, Jun langsung memalingkan wajahnya.
“Sudahlah, ayo cepat ke kelas sebelum Pak Goda datang! Aku tidak mau dihukum berdiri di koridor!” Jun pun langsung berlari meninggalkan Eri.
“HOY! JUN! TUNGGU AKU!” Eri pun langsung berlari menyusul Jun yang sudah tidak terlihat lagi.
Dikelas, Jun dan Eri sama – sama duduk dibarisan paling belakang. Jun duduk tepat dibawah jendela, sedangkan Eri duduk dibangku sebelahnya. Eri dan Jun sebenarnya merupakan teman dari kecil. Mereka terpisah saat keluarga Eri harus pindah ke Sapporo. Tapi mereka senang bisa satu sekolah lagi ditempat mereka dibesarkan saat SMA. Bahkan mereka jadi teman sekamar.
“Anak – anak, sebelum kita mulai pelajaran, bapak ingin mengenalkan seorang teman baru untuk kalian. Silahkan masuk, Naru” ucap Pak Goda. Pintu pun terbuka dan masuklah seorang gadis cantik ke dalam kelas itu.
“Selamat siang semuanya, namaku Naru Takako salam kenal ya…” ucapnya.
“Nah, Naru hanya akan tinggal bersama kita selama 5 hari karena keadaan orangtuanya. Karena itu berteman baiklah dengan Naru selama 5 hari itu…” Pak Goda pun menjelaskan.
“Semua, mohon bantuannya ya…” Naru pun membungkuk dan tersenyum. Semuanya kembali berdecak kagum.
“Naru, duduklah disebelah Shinohara. Yak, mari kita mulai pelajaran hari ini. Buka buku cetak kalian halaman 49, kita lanjutkan yang kemarin!” seusai pak Goda berbicara, semua anak sekelas serentak mengeluarkan buku.
Tidak seperti teman – teman sekelasnya yang lain, Jun tidak merasa kagum atau terpukau dengan kehadiran Naru. Tapi Eri sebaliknya. Wajahnya memerah tiap Ia melihat Naru. Jun yang melihatnya merasa kaget karena sejak mengenal Eri, Ia tidak pernah melihat ekspresi Eri yang tersipu seperti itu.
Tak lama, bel tanda pulang pun berbunyi. Eri, masih dengan wajah tersipunya, memandang Naru sampai Naru keluar kelas.
“Kau jatuh cinta padanya ya?” tanya Jun dengan wajah datar.
“Eh?! Tidak! Hahahahaha… kau ini ada – ada saja! Ahahahahahahahaha…” ucap Eri panik.
“Hou… tidak ya?” Jun tersenyum jahil. Merasa terpojok, Eri pun mengaku juga.
“Ah… aku memang tidak bisa menyembunyikan apapun darimu, Jun!” Eri pun tertawa kecil.
“Sudah terlihat jelas tahu dari ekspresi wajahmu saat memandangnya. Kau saja bodoh…” ucap Jun tanpa menoleh Eri.
“Bodoh katamu? Wey, sudah berapa kali kau mengataiku bodoh hari ini?!” seru Eri sambil berdiri.
“Kau memang bodoh kan? Hanya orang bodoh yang tidak tahu kenapa Ia dikatai bodoh…” Jun pun berdiri dan beranjak pergi.
“HEI! AKU TIDAK BODOH, TAHU!!” teriakan Eri menghentikan langkah kaki Jun. Jun pun menoleh.
“Hou… Kalau begitu, aku tidak akan mengataimu bodoh lagi…” ucap Jun. Eri pun tersenyum. Jun pun kembali bicara.
“Tapi dengan satu syarat…”
“Apa itu? Katakan saja~!” tantang Eri. Senyum jahil kembali tersungging diwajah Jun.
“Dalam waktu 5 hari kau harus menyatakan cintamu pada Takako-san tanpa bantuan siapapun!” ucapan Jun langsung menerbangkan senyum Eri ke awan. Jun pun meninggalkan Eri yang terpaku diruang kelas sendirian.
“Sampai ketemu di asrama, bodoh…” sambil tersenyum Jun pun berlalu.
“Baiklaaaaaah~!!! Aku akan menyanggupi syaratmu itu Jun!!” Eri pun berlari menyusul Jun.

Keesokan harinya, Jun dan Chiise, sahabat dari kecil Jun dan juga teman baru Naru, mengajak Eri dan Naru untuk berenang dan pergi ke Taman Ria bersama. Kebetulan hari itu hari Sabtu, dan mereka banyak waktu luang.
“Hai! Maaf membuat kalian menunggu!” teriak Eri sambil melambaikan tangannya pada ketiga teman sekelasnya itu. Dari semua, dia yang datang paling terlambat. Tanpa membuang – buang waktu lagi mereka pun langsung berangkat.
Saat melihat Chiise menggandeng tangan Jun, ada suatu perasaan aneh muncul dalam benak Eri. Tepatnya secuil perasaan marah dan kesal.
“Ayo, kita berangkat juga, Fukuyama-kun…” ucapan Naru membuyarkan pikiran Eri.
“Ah, iya iya~” Eri pun berjalan bersama Naru. Seusai berenang, mereka pun menghabiskan sisa hari itu di Taman Ria. Hari sudah semakin sore, Naru dan Eri pun semakin akrab.
“Jun, sebelum pulang, ayo kita naik bianglala!” ajak Chiise.
“Ah, ayo… Eri—“ ucapan Jun terhenti ketika melihat Eri dan Naru yang begitu akrab.
“Ah, ya? Aku… disini saja menemani Naru. Ia tidak ingin naik…” ucap Eri. Jun hanya tersenyum simpul dan mengangguk. Ia pun langsung menarik tangan Chiise. Eri pun memandang mereka miris. Tapi Ia sembunyikan ekspresi itu kala Naru mengajaknya bicara. Di biang lala…
“Jun…?” panggil Chiise. Jun yang termenung pun langsung sadar dari lamunannya.
“Ya?” jawab Jun. Chiise hanya diam memandangnya. Tatapannya sedih.
“Chiise…? Ada apa…?” tanya Jun lembut.
“Maafkan aku… Seharusnya aku tidak memaksamu menemaniku hari ini…” ucap Chiise sambil menunduk.
“Eh? Memang kenapa?” tanya Jun heran.
“Kau… menyukai… Eri kan…?” Chiise menatap Jun lekat – lekat. Jun tercengang, bagaimana Chiise bisa tahu? Hanya Jun seorang yang mengetahui hal itu. Jun terdiam. Matanya menerawang jauh keluar bianglala itu.
“Benar kan…?” tanya Chiise lagi dengan suara pelan. Jun mengangguk pelan. Sebenarnya hati Jun sangat sakit melihat mereka berdua. Tapi Ia tidak bisa berkata apa – apa. Ia tidak ingin menyakiti Eri. Jun pun tersenyum simpul.
“Aku memang tidak bisa menyembunyikan apapun darimu, neesan…” ucap Jun lirih tanpa menoleh. Ia terus memandang keluar.
“Kau tidak harus menahan dirimu lagi didepanku, Jun… Kalau kau mau menangis, menangis saja…” ucap Chiise sambil membelai kepala Jun. Jun hanya diam. Ia menangis sejadinya dipelukan Chiise. Sejak kecil, Chiise memang sudah seperti malaikat penjaganya. Jun sangat senang bisa bertemu dengan Chiise hari itu. Perpisahannya dengan Chiise sewaktu kecil dip anti asuhan mempertemukannya dengan Eri.
Sesampainya diasrama, Jun langsung mandi, sedangkan Eri duduk dan terus tersenyum memikirkan hari itu. Ia tidak percaya bisa menjadi seakrab itu dengan Naru dihari pertama. Selesai mandi, Jun yang melihat Eri pun langsung melemparkan handuk.
“Kamar mandi sudah kosong tuh, mandi sana” ucap Jun.
“Ahahaha~ Oke, oke~!” ucap Eri sambil melangkah ke kamar mandi. Ia pun terus bersiul – siul menyanyikan lagu C’Est La Vie milik Aino Minako, idolanya.
“Eri…” panggil Jun dari luar kamar mandi.
“Ya?” jawab Eri.
“Apa… yang kau sukai dari Naru?” tanya Jun iseng.
“Wajahnya! Wajahnya mirip sekali dengan Aino Minako! Ahahaha~ Aku sangat menyukainya!” seru Eri dari dalam kamar mandi. Nadanya terdengar sangat senang. Jun pun menunduk. Ia banting tubuhnya ke kasur. Tubuh dan mentalnya terkuras habis hari ini. Ia pun tertidur.
“Hei Jun! Minggu besok temani aku pergi ke kota ya! Ada yang ingin aku… Eh?” Eri pun berhenti bicara saat melihat Jun. Ternyata Jun sudah tertidur lelap. Ia jadi malu bicara sendiri.
“Ahahaha… bodohnya aku!” ucap Eri.
“Dasar… Eri… bodoh…” gumam Jun. Eri yang mendengarnya tertawa makin keras.
“Ckckckck… dasar kau ini, sampai – sampai dalam mimpi pun kau menyebutku bodoh… Selamat malam, kakakku~” Eri pun menarik selimut dan menyelimuti Jun. Ia pun berbaring di tempat tidurnya dan kemudian tidur.
“Jun-niiiiichaaaaaaaaaan~! Ayo banguuuuun~!” ucap Eri. Ia ingin Jun menemaninya untuk jalan – jalan keliling kota bersama Naru. Ia pun menarik selimut Jun.
“Hauh? Heumm… berisik ah, ini Minggu tahu! Aku mau istirahat…!” ucap Jun malas.
“Haaaaaah??? Ayolaaaah, banguuun~! Hari Minggu itu waktunya jalan – jalan!! Ayooo banguuuun~!!” Eri menarik – narik lengan Jun. Dengan sangat terpaksa, Jun pun bangun. Ia meraba – raba meja mencari kacamatanya. Tapi tak sengaja Ia menjatuhkan nya ke lantai. Sambil terus mencari, Jun memanggil Eri.
“Eri… Bisa tolong kau ambilkan kacamataku? Dimana dia?” ucap Jun sambil mengernyitkan dahi, berusaha memfokuskan penglihatannya.
“Ya?” dan PRAKK!! Saat Eri menoleh, Ia tidak sengaja menginjak kacamata Jun sampai terbelah dua.
“Ah… kau menghancurkan kacamataku… lagi…” ucap Jun pelan.
“GAAAH!! MAAFKAN AKUU!!” Eri pun langsung mengambil sisa kacamata Jun dan langsung membungkusnya dengan kain.
“Aku ganti ya?! Ya?!” ucap Eri panik. Jun pun mengambil sisa kacamatanya dari Eri.
“Tidak usah. Aku tahu dompetmu sedang tipis, lagipula kalau kau menggunakan uangmu untuk membetulkan kacamataku, kau tidak bisa membeli apa – apa untuk Naru” ucap Jun datar.
“Ah… Aku…” belum sempat Eri selesai bicara, Naru menelponnya.
“Maaf Jun, aku harus pergi… Maafkan aku karena merusak kacamatamu!” Eri pun langsung berlalu. Jun hanya mengangguk pelan sambil terus memperhatikan kacamatanya. Ia banting lagi tubuhnya ke kasur dan kembali tidur.
“Dasar Eri… Mengganggu tidurku saja… Mau kencan jangan ajak aku! Bodoh…” ucap Jun sebelum Ia benar – benar tertidur.
“Jun-niiii~ Jun-niii~ Ayo banguun~!!” sayup – sayup terdengar lagi suara Eri ditelinga Jun.
“ah, berisik…” pikir Jun. Ia pun menutup wajahnya dengan bantal supaya suara itu tidak terdengar lagi. Sraaakk! Eri menarik lagi selimut Jun. Rupanya hari sudah sore saat Jun bangun. Itu pun dengan terpaksa.
“Apa sih?! Kau ini mengganggu sekali dari pagi!” ucap Jun sedikit membentak. Eri tersenyum.
“Aku ada kejutan untukmu!” ucap Eri. Jun pun mendongak. Menatap wajah Eri.
“Apa?”
“Aku dan Naru sekarang sudah jadian~!! Yeeey~!!” ucap Eri setengah berteriak. Ia sangat senang. Jun, dengan wajah datar, berusaha menyembunyikan hatinya yang hancur.
“O-oh… Selamat ya…” ucap Jun pelan. Ia langsung beranjak ke kamar mandi dan membasuh mukanya. Ia kemudian ganti baju dan bersiap untuk pergi.
“Lho? Jun? Mau kemana?” tanya Eri.
“Aku mau pergi bertemu Chiise…” jawab Jun sambil mengenakan sepatu. Ia sama sekali tidak mau menoleh padaEri.
“Oh… Ah ya, Jun~! Kenapa kau tidak jadian saja dengan Chiise~?” tanya Eri iseng. Tiba – tiba saja Jun terdiam dan menghentikan semua gerakannya. Mereka pun terdiam cukup lama.
“J-jun…?” Eri bertanya pelan, takut apa yang Ia katakan tadi menyinggung Jun.
“Iya…, kau benar juga. Hahahaha… Aku akan mengatakan padanya hari ini. Doakan aku ya. Ittekimasu…” Jun, dengan senyum mirisnya, melangkah keluar. Tanpa menoleh lagi, Jun langsung berlari.


DOK! DOK! DOK!
Jun menggedor pintu rumah Chiise. Tak lama, Chiise pun membukakan pintu rumahnya.
“Jun? Ada apa…?” ucap Chiise saat melihat adik angkatnya. Jun tidak bisa berbicara, napasnya tersenggal – senggal karena berlari. Chiise pun menyuruh Jun masuk.
“Ini… minum dulu…” Chiise memberikan segelas susu hangat pada Jun.
“Selama ini aku mengatai Eri bodoh… Tapi ternyata yang paling bodoh itu aku ya, Chiise…?” ucap Jun sambil mengatur napasnya. Chiise pun merangkul Jun.
“Oh… sudahlah… Biarkan Eri. Lagipula selama ini kau sudah bersamanya kan…? Biarkan dia merasa bahagia dengan orang yang dicintainya…” bisik Chiise lembut. Jun mengangguk pelan. Ia pun tertidur disofa karena kecapekan.
“Jun…” ucap Chiise. Jun pun membuka matanya perlahan.
“Ayo bangun, sudah hampir jam 8 malam. Kau harus kembali ke asrama sebelum Pak Beouf mengunci gerbangnya…” Chiise membelai lembut kepala Jun.
“Ah iya…Kau benar…” Jun pun mengambil jaketnya dan bersiap untuk pulang.
“Neesan… boleh aku minta tolong…? satu hal saja…” ucap Jun sebelum keluar.
“Apa itu?” tanya Chiise.
“Tolong berbohong dan katakan pada Eri bahwa kita jadian… terima kasih…” Jun pun berlalu meninggalkan Chiise dipintu rumahnya.
“Tentu adikku, apapun kulakukan untukmu~” ucap Chiise pelan. Ia pun tersenyum sedih melihat punggung adiknya.
Sesampainya dirumah, suasananya menjadi sedikit tegang. Jun hanya diam saja, begitu pula dengan Eri yang fokus pada nintendonya. Tidak biasanya Eri yang cerewet kini diam seribu bahasa. Tapi akhirnya, Jun buka mulut.
“Oh ya…Chiise… menerimaku, terima kasih ya sarannya. Kau benar juga. Aku bodoh tidak menyadarinya dari awal…” ucap Jun datar. Jun pun tersenyum.
“Ah iya, sama – sama… Selamat juga ya untukmu…” ucap Eri sambil terus memperhatikan nintendonya. Eri masih tidak berani menatap Jun.
Setelah menaruh jaketnya, Jun langsung merebahkan tubuhnya dikasur dan memakai selimut.
“Oyasumi…” ucapnya pada Eri.
“A-ah… oyasumi…” jawab Eri pelan. Padahal Eri ingin membicarakan soal kacamata Jun yang Ia rusak. Besok sudah hari Senin, bagaimana Jun bisa belajar jika Ia tidak bisa melihat jelas ke papan tulis…?

Pagi – pagi sekali, tidak biasanya Eri bangun lebih dulu dari Jun. Ia pun segera cuci muka dan ganti baju. Kemudian Ia membangunkan Jun.
“Hey, Jun~ Ayo bangun! Sudah siang nih! Kau bisa terlambat!” ucap Eri. Tapi Jun tidak kunjung bangun.
“Kutinggal ya?” Eri berusaha menggertak Jun agar Ia bangun. Tetapi tidak ada perubahan. Akhirnya, Eri pun berangkat duluan.
“Masih pagi… Jun tidak akan telat jika Ia bangun 15 menit lagi…” pikir Eri. Ia ingin segera menemui Naru. Tak lama Ia sampai dikelas dan mengobrol dengan Naru, Jun datang dengan napas tersengal – sengal.
“Ah, Jun! Maaf ya aku tidak membangunkanmu! Aku…” Eri menghentikan kata – katanya saat Jun hanya melewati dirinya. Bahkan tidak menyapanya. Eri hanya menatap Jun. Diam.
“Aya, boleh aku duduk didepan? Kacamataku rusak dan aku tidak bisa melihat jelas ke depan dari barisan belakang…” pinta Jun.
“Ah ya, tentu saja…” ucap Aya. Ia pun pindah ke barisan paling belakang dan duduk disamping Eri.
Eri merasa tidak enak pada Jun. Setiap pagi, Jun selalu menunggunya sampai Ia bangun, sedangkan Ia? Padahal baru kali ini Jun terlambat bangun. Istirahat, rencananya Eri akan meminta maaf pada Jun. Tapi ternyata Jun langsung pergi ke kantin saat Eri hendak menghampirinya.
Akhirnya, Eri baru bisa menyapa dan berbicara langsung pada Jun saat jam pelajaran berakhir.
“Jun…” panggil Eri saat menghampiri sahabatnya itu. Jun terus menulis. Ia tidak menoleh pada Eri. Eri pun duduk dikursi tepat dihadapan Jun.
“Jun…” panggilnya lagi. Akhirnya Jun menatap Eri. Tanpa bicara, seakan tatapan Jun mewakilinya mengatakan “katakan apa yang mau kau katakan”.
“Aku… minta maaf untuk kacamatamu, aku juga minta maaf aku tidak membangunkanmu tadi pagi! Maafkan aku!” ucap Eri sambil membungkuk. Jun hanya diam menatapnya.
“Eri…” Eri langsung mendongak mendengar Jun memanggil dirinya.
“Ya?” mata Eri berbinar. Berharap Jun mau memaafkannya.
“Kau menghalangi papan tulis. Bisa geser sedikit?” ucap Jun. Eri tidak jadi semangat. Ia duduk lagi dikursi depan Jun. Semakin menghalangi pandangan Jun pada papan tulis.
“Fukuyama-kun” Jun langsung berdiri. Nada bicaranya menjadi tegas dan terdengar marah.
“Aku minta baik – baik. Tolong, jangan halangi pandanganku. Aku sedang menulis” ucap Jun sambil menatap Eri tajam.
“Ayolah… Aku minta maaf…” ucap Eri sambil berdiri. Jun hanya diam. Ia ambil bukunya dan pindah ke meja sebelah. Kebetulan jam pulang sudah lewat daritadi. Jadi hanya ada mereka berdua dikelas. Eri kembali menarik kursi dan duduk dihadapan Jun. Jun jadi semakin kesal dengan Eri.
“Jun… Maafkan aku…” ucap Eri. Jun menggeleng – gelengkan kepalanya dan menatap tajam mata Eri.
“Kau tahu, kenapa kau tidak meninggalkan saja aku disini sendirian dan pergi dengan kekasih barumu itu? Kau hanya buang – buang waktu disini!” ucap Jun dengan nada sedikit membentak.
Raut wajah Eri langsung berubah masam.
“Kenapa kau membawa – bawa Naru sih? Hey, aku kan hanya ingin minta maaf!” emosi Eri jadi sedikit terpancing. Jun langsung menggebrak meja.
“Kalau kau kumaafkan kau akan pergi?!” nada suara Jun meninggi. Eri mengepalkan tangannya. Ia sudah kesal dengan sikap Jun. Tapi berusaha Ia tahan.
“IYA” ucap Eri tegas.
“Baiklah, kau sudah kumaafkan. Sekarang pergi dari sini!” nada suara Jun tetap tinggi. Ia menunjuk pintu keluar untuk Eri. Eri pun menendang mejanya dan berlalu.
“Dengan senang HATI!” ucap Eri membentak. Jun tidak menoleh padanya. Ia membereskan mejanya dan kembali menulis. Eri keluar dan membanting pintu.
Jun terduduk kaku dibangkunya. Tangannya tidak kuat lagi menulis. Ia pun menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan menaruhnya diatas meja.
BRAKK!! Eri membanting tasnya ke kasur. Ia sungguh tidak percaya Jun bisa jadi orang yang sangat menyebalkan seperti itu.
“Apa – apan sih Jun itu?! Dasar menyebalkan… Huh!” Eri pun pergi mandi. Ia ingin mendinginkan kepalanya. Selesai mandi, Ia langsung menelepon Naru. Saat sedang asyik bicara, Jun pulang. Wajahnya pucat. Eri pun langsung memutuskan teleponnya. Ia berusaha terlihat sibuk dan mengambil nintendonya.
“Kenapa kau memutuskan teleponnya? Aku mengganggu ya?” ucap Jun tanpa menoleh sedikit pun pada Eri. Jun langsung pergi ke kamar mandi. Eri, meskipun kesal, khawatir melihat wajah Jun yang pucat.
Saat Jun sudah memakai selimutnya, Eri pun mematikan lampunya. Hanya gelap dan diam mengisi ruangan itu. Jun tidak bisa tidur. Ia hanya menatap langit – langit kamarnya yang kosong. Begitu pula dengan Eri.
Ada perasaan tidak enak yang menyelimuti mereka karena pertengkaran tadi. Tapi keduanya sama – sama tidak mau mengalah dan minta maaf. Tak lama kemudian, Jun angkat bicara.
“Eri…” masih dalam selimutnya, Jun berkata.
“Maafkan aku…” Eri yang mendengarnya hanya diam saja. Ia ingin bicara, namun hatinya masih kesal. Lama mereka terdiam, belum sempat Eri bicara, Jun menyeletuk.
“Dasar orang egois…”
“Apa kau bilang?!” Eri pun terpancing juga emosinya. Ia langsung berdiri dan menghampiri Jun.
“Katakan sekali lagi!” Eri menarik Jun bangun.
“E-G-O-I-S! Haruskah aku mengejanya untuk orang BODOH SEPERTIMU?!” bentak Jun. Eri tidak sanggup lagi menahan amarahnya. Alhasil, tinjunya bersarang telak dipipi Jun.
“Aku sudah cukup sabar menghadapimu, Jun! Sudah CUKUP!” bentak Eri. Ia pun keluar kamar dan membanting pintunya. Jun masih meringis kesakitan. Gusinya berdarah akibat pukulan tadi. Kepalanya pusing. Ia pun meringkuk dikasur dan menutupi wajahnya dengan selimut.
“Eri bodoh…” ucapnya lirih. Matanya basah. Entah karena pipinya atau hatinya yang merasa sakit.
“Jun bodoh!! AAARGH!! Sial!” Eri menendang kaleng didekatnya. Ia sungguh sangat kesal dengan Jun hari itu. Tangannya juga masih sakit setelah memukul Jun. Ia pun menggenggam tangannya saat Ia duduk dibawah sebuah pohon besar ditaman sekolah.
Saat Ia mendongak, Ia baru sadar kalo pohon itu adalah tempat dimana Ia dan Jun biasa bermain saat merrka masih kecil.
“Pohon Oak…” pikirnya. Eri pun menyandarkan tubuhnya dipohon itu dan memejamkan matanya. Mengingat semua yang pernah Ia lalui bersama Jun disana. Eri tersenyum, amarahnya mereda dan tak lama kemudian Ia pun tertidur dan bermimpi.
“Eri, ayo turun! Aku takut sendirian dibawah…” panggil Jun.
“Ahahaha~ Jun~! Ayo naik~!” ajak Eri. Akhirnya Jun pun berusaha mencapai Eri yang sudah berada didahan pohon Oak besar itu.
“Sini~!” saat Jun hendak sampai, Eri pun menarik tangan Jun supaya Jun bisa sampai ke tempatnya. Tapi tiba – tiba tangan Eri terlepas dari genggaman Jun.
“ERIIIIII!!!” jerit Jun. Tubuh mungil Jun terhempas keras ke tanah, dan darah mengalir mengelilingi tubuhnya.
“JUUUUUN!!!!” Eri berteriak dan langsung terbangun dari tidurnya. Ia benar – benar kaget karena mimpi itu. Saat melihat jam, waktu sudah menunjukkan pukul 2 malam. Eri pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Sampai dikamar, Ia langsung tidur karena capek, meskipun pikirannya tak bisa lepas dari mimpi itu…

“Eri, terima kasih ya~! Kau sudah mau menemaniku berbelanja!” ucap Naru.
“Anything for my girl~” rayu Eri. Mereka pun tertawa mendengarnya. Gedubrak! Tiba – tiba saja Naru terjatuh.
“Naru, kau tidak apa – apa?!” Eri pun membantu Naru berdiri.
“Ah, iya… tidak apa – apa… Rupanya minus kacamataku memang harus ditambah…” ucap Naru sambil membersihkan roknya.
“Matamu minus berapa?” tanya Eri iseng.
“Sebenarnya sih… Sudah silinder 2… hehehe…” Naru pun tersenyum dan membenarkan kacamatanya.
“Sama seperti Jun…” pikir Eri.
Saat sedang berjalan – jalan, Naru meminta Eri untuk mampir ke toko kacamata. Naru pun memilih kacamata yang sama persis dengan milik Jun yang Eri patahkan pagi ini.
“Bagaimana? Bagus tidak?” tanya Naru saat Ia mengenakan kacamata itu.
“Bagus kok, bagus… hehehehe…” ucap Eri sambil tersenyum. Naru pun membalas senyumnya. Kemudian Ia menaruh kembali kacamata itu.
“Lho? Kenapa? Kau tidak jadi beli? Katamu minus lensanya harus ditambah?” tanya Eri.
“Tidak ah, aku ingin menabung dulu untuk membelinya. Walaupun aku sangat menginginkan kacamata berbingkai coklat itu… tapi sudahlah~ Aku masih bisa beli di sekitar rumah baruku nanti~ Ayo jalan lagi~!” ucap Naru sambil menggandeng lengan Eri.
Setelah mengantar Naru sampai ke gerbang asrama putri, Eri kembali ke kota. Ia pun membeli kacamata berbingkai coklat itu, sebagai hadiah perpisahan untuk Naru. Dan kemudian barulah Ia kembali ke asrama dan menemui Jun.
Setibanya di asrama, Ia melihat Jun menangis. Eri bingung dan langsung bertanya pada Jun.
“Jun… ada apa?” saat hendak menyentuhnya, tiba – tiba saja Jun menghilang. Eri pun tercengang kaget.
“JUN…?”

Jam weker milik Eri sudah berbunyi daritadi, tapi pemiliknya belum juga bangun. Saat mendengar handphonenya berbunyi, barulah Eri bangun. Ia membaca pesan singkat dari Naru.
“Pagi Eri-chaan~” Eri merasa sedikit kaget dengan pesan singkat itu. Tapi Ia lebih kaget lagi ketika melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 8 kurang 15.
“Jun brengsek! Apa dia dendam sekali padaku sampai – sampai Ia tidak membangunkanku hingga setelat ini?!” Awas saja kalau kulihat dia dikelas nanti!” gerutu Eri saat mengganti bajunya.
“Fukuyama! Sudah berapa kali kau terlambat minggu ini!” seru pak Goda saat melihat Eri masuk ke kelas.
“MAAF PAK!” balas Eri. Setelah duduk, Eri pun menoleh ke sampingnya. Ia heran. Jun, maupun mejanya, tidak ada ditempat.
“Kemana Jun?” pikir Eri. Saat jam istirahat, Naru menghampiri meja Eri.
“Hai Eri~” ucap Naru.
“Hai…” Eri Nampak tidak bersemangat. Ia masih heran, kemana Jun? dan Ia pun masih terus memikirkan mimpinya semalam. Ketika Ia melihat Jun menangis dan menghilang dihadapannya.
“Eri… kau kenapa…?” tanya Naru cemas.
“Aku… Ah… Aku tidak apa – apa Naru. Aku hanya sedih mengingat kau akan pergi besok…” ucap Eri. Ia lupa menanyakan Jun pada Naru. Ia pun ingat dengan kacamata berbingkai coklat yang ingin Ia berikan pada Naru.
“Oh ya, sepulang sekolah nanti, temui aku di stasiun ya, aku ingin mengajakmu pergi…” ucap Eri lagi pada Naru.
“Ehm… baiklah, tapi kau tidak boleh terlambat lagi ya…” ucap Naru sambil tersenyum. Saat Eri hendak menanyakan Naru soal Jun, Naru sudah berlalu ke kantin.
“Shin, kau tahu kemana Jun?” tanya Eri pada ketua kelas.
“Jun? Siapa Jun?” tanya Shin heran.
“Jangan bercanda kau, Shin! Jun! Teman sekamar ku! Dia selalu duduk disampingku! Disebelah jendela itu!” ucap Eri sambil menunjuk pojok kosong tempat bangku Jun. Nada suaranya sedikit meninggi.
“Hey, jangan berkhayal, teman. Kau selalu sendiri dibarisan paling belakang! Tidak ada yang pernah duduk dipojokan itu!” ucap Shin. Eri menjadi semakin bingung.
“Sudahlah, ayo ke kantin. Kubelikan kau minuman. Mungkin kau hanya sedikit stress karena Naru akan pergi…” ucap Shin sambil berdiri. Akhirnya Eri pun mengikuti Shin ke kantin.
“Kemana Jun? Kenapa Shin tidak mengenal Jun? Aku harus menanyakannya pada Chiise!” batin Eri.
Sepulang sekolah, Eri pun langsung berlari ke rumah Chiise.
“Chiise! Buka pintunya!” ucap Eri. Tak lama, Chiise pun membuka pintunya.
“Haduh, kamu ini berisik sekali sih, Eri! Ada apa?” tanya Chiise.
“Jun! Kemana Jun!” tanya Eri.
“Jun? Siapa Jun?” Chiise keheranan melihat Eri yang juga berwajah heran setelah Ia bertanya siapa Jun.
“JUN! Kekasihmu! Masa kau tidak tahu?!” ucap Eri dengan nada suara yang mulai meninggi.
“Hei, dengar ya Eri! Aku tidak pernah punya kekasih bernama Jun! Siapa itu Jun? Aku tidak kenal!” Chiise berusaha meyakinkan Eri bahwa Ia memang tidak mengenal Jun dengan menegaskan nada suaranya.
Eri kebingungan. Ia melihat jam dan segera berlari meninggalkan Chiise yang masih keheranan didepan pintu rumahnya. Saat berlari, Ia menggenggam erat bungkusan kacamata berbingkai coklat yang rencananya ingin Ia berikan pada Naru sebelum Ia pergi.

Sesampainya distasiun kereta, Naru sudah menunggu Eri diloket. Ia melambaikan tangannya pada Eri.
“Naru!! Maaf aku terlambaaat!” ucap Eri sambil berlari ke arah Naru.
“Tidak apa – apa… Ayo, berangkat! Kau mau mengajakku kemana?” tanya Naru.
“Ke Taman Ria. Tidak apa – apa kan?” ajak Eri. Napasnya masih tersengal – sengal karena berlari.
“Iya, tidak apa – apa~ Ayo kita pergi!” Naru pun menggandeng tangan Eri dan membeli tiket. Seperti hari ketika Eri pergi berempat bersama Jun dan Chiise, merekamenghabiskan waktu berdua saja menikmati taman ria. Saat hendak pulang, Eri melihat bianglala itu dan kemudian teringat lagi pada Jun.
“Naru, waktu kita pergi bersama… Eh, uhm… maksudku, waktu itu, kita tidak sempat naik bianglala… Kau…mau naik bersamaku?” tanya Eri.
“Tentu~” ucap Naru senang. Mereka pun kemudian menaiki bianglala itu.
“Naru… Aku… ingin mengatakan sesuatu…” ucap Eri.
“Apa itu?” Naru pun bertanya sambil membenahi tasnya. Raut wajahnya menjadi cerah.
“Apa… kau tahu Jun dimana…?” tanya Eri. Raut wajah Naru sedikit meredup.
“O-oh… Jun… Siapa Jun?” tanya Naru heran.
“sudah kuduga…” pikir Eri.
“Ah, lupakan saja…” ucap Eri. Dalam kantongnya, Ia menggenggam erat kacamata berbingkai coklat yang hendak Ia berikan pada Naru. Entah kenapa,hatinya berat untuk memberikan kacamata itu pada Naru. Ia ingin memberikannya pada orang lain. Ia ingin memberikan kacamata itu… pada Jun…